
Pada Senin, 10 Maret 2025, Program Studi Pascasarjana Teknik Geomatika menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Manajemen Perbatasan: Strategi dan Negosiasi Penerapan Batas Maritim”. Acara prestisius ini diselenggarakan secara virtual dan berhasil menarik partisipasi mahasiswa pascasarjana serta seluruh civitas akademika Teknik Geomatika UGM. Pembicara utama dalam kegiatan ini adalah Dr. Bebeb AKN Djunjunan, Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Republik Yunani, yang membagikan wawasan berharga mengenai kompleksitas pengelolaan perbatasan. Kuliah umum ini dirancang untuk memperluas perspektif mahasiswa dalam memahami dinamika strategi dan negosiasi perbatasan dari sudut pandang diplomatik.
Acara ini dibuka oleh Ketua Departemen Teknik Geodesi UGM, Prof. Ir. Trias Aditya K.M., S.T., M.Sc., Ph.D., dan dimoderatori oleh Dr. I Made Andi Arsana, pakar hukum laut dan geospasial. Selain mahasiswa yang mengikuti perkuliahan ini, hadir pula dua dosen senior UGM, Prof. Leni S. Heliani dan Dr. Subaryono, yang antusias menyimak materi dan bahkan turut aktif berdiskusi. Semangat mereka menunjukkan bahwa pembelajaran tentang batas maritim tidak hanya menarik bagi mahasiswa, tetapi juga bagi para akademisi yang ingin terus memperdalam pemahaman mereka di bidang ini.
Dubes Bebeb Djundjunan, yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Delegasi Teknis Indonesia dalam perundingan batas maritim periode 2016–2022, membagikan pengalaman nyata dalam negosiasi internasional terkait batas maritim Indonesia. Dalam paparannya, Dr. Bebeb menekankan signifikansi disiplin ilmu geodesi dalam proses perumusan strategi dan negosiasi perbatasan. Beliau menjelaskan bahwa ketersediaan peta yang akurat menjadi fondasi utama dalam mengembangkan konsep strategi dan negosiasi perbatasan yang efektif, sehingga kolaborasi interdisipliner menjadi sangat vital. “Pemahaman mendalam tentang falsafah dan landasan hukum merupakan prasyarat esensial dalam merumuskan strategi negosiasi yang komprehensif,” ungkap Dr. Bebeb. “Negosiasi yang sukses tidak hanya berlandaskan informasi dan fakta, tetapi juga bertumpu pada konsep dan falsafah yang konkrit.”

Dr. Bebeb juga menguraikan berbagai tantangan dalam penentuan batas laut, terutama berkaitan dengan penegasan garis pangkal yang belum memperoleh pengakuan internasional. Kondisi ini muncul karena Indonesia mengimplementasikan garis pangkal kepulauan berdasarkan UNCLOS 1982, sementara beberapa negara menolak prinsip tersebut karena adanya penerapan garis campuran—antara garis pangkal lurus dan biasa—tanpa landasan hukum yang jelas, sebagai implikasi dari beragam kepentingan. “Indonesia telah memulai perundingan sejak tahun 1969 hingga yang terbaru pada 2023, namun prosesnya baru mencapai 50%. Di antara seluruh negara di dunia, Indonesia merupakan negara yang paling proaktif dalam menangani isu batas wilayah negara,” tegas Dr. Bebeb. Dalam proses penetapan batas maritim, peran geodesi dan geomatika sangat besar. Oleh karena itu, dalam setiap perundingan, selalu ada tim teknis yang mendukung negosiasi dengan data akurat dan analisis geospasial. Pakar dari Teknik Geomatika UGM, Dr. I Made Andi Arsana, juga terlibat sebagai tim pakar dalam tim teknis ini. Keberadaan para ahli geospasial memastikan bahwa batas yang dinegosiasikan didasarkan pada perhitungan yang objektif dan sesuai dengan kaidah hukum internasional, khususnya UNCLOS.
Menariknya, diskusi semakin hidup ketika Prof. Leni S. Heliani dan Dr. Subaryono turut mengajukan pertanyaan dan memberikan pandangan mereka tentang tantangan akademik dalam memahami dan mengajarkan isu perbatasan. Ini menunjukkan bahwa permasalahan batas maritim tidak hanya menjadi perhatian pemerintah, tetapi juga dunia akademik yang memiliki peran penting dalam menyiapkan generasi muda untuk terlibat dalam isu-isu strategis ini di masa depan. Ke depan, Dubes Bebeb berharap ada kerja sama yang erat antara berbagai disiplin ilmu dan institusi untuk dapat mengkaji topik ini secara lebih mendalam. Hasil kajian dari akademisi diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah sehingga tim negosiasi menjadi semakin kuat dan mampu memperjuangkan kepentingan maritim Indonesia secara optimal